Probability Sampling – Probability sampling didefinisikan sebagai suatu standar emas dalam metodologi pengambilan sampel dan juga untuk memastikan generalisasi hasil studi terhadap populasi sasaran. Probability sampling memberikan kesempatan yang sama bagi individu untuk terpilih menjadi sampel dalam penelitian (Acharya et al., 2013). Probability sampling melibatkan pemilihan sampel di mana elemen elemennya diambil dengan prosedur kebetulan. Karakteristik utama dari probability sampling adalah bahwa setiap elemen populasi memiliki probabilitas yang sama untuk dipilih menjadi sampel (Ary, Jacobs and Sorensen, 2010). Teknik pengambilan sampel probabilitas didasarkan pada prinsip pengacakan, hal ini berarti bahwa setiap elemen populasi penelitian memiliki peluang yang adil untuk dimasukkan dalam sampel (Idarrou and Douzi, 2020).
Probability sampling memiliki karakteristik bahwa setiap elemen dalam populasi mempunyai probabilitas yang diketahui dan bukan nol untuk dimasukkan ke dalam sampel. Dalam probability sampling, karena setiap elemen memiliki peluang yang diketahui untuk dipilih, estimasi tak bias dari parameter populasi yang merupakan fungsi linear dari pengamatan (misalnya, mean populasi, total, proporsi) dapat dibangun dari data sampel (Levy and Lemeshow, 1999).
Probability sampling dapat didefinisikan sebagai teknik pengambilan sampel yang berasal dari sejumlah populasi besar menggunakan suatu metode yang berlandaskan pada suatu teori yang disebut dengan teori probabilitas. Salah satu syarat suatu sampel disebut probabilitas apabila dalam pemilihannya menggunakan sistem acak. Semua dalam populasi mempunyai suatu peluang nyata dan sama untuk terpilih, artinya apabila mempunyai populasi 100.000 orang, maka setiap orang mempunyai 1/100.000 atau 0,00001 peluang untuk dapat terpilih menjadi suatu sampel dari penelitian.
Beberapa klasifikasi probability sampling yang umum digunakan antara lain: simple random sampling, systematic random sampling, stratified sampling, cluster sampling, multiphase sampling, multistage sampling.
Simple Random Sampling
Simple random sampling merupakan suatu tahapan pemilihan sampel dasar yang paling sederhana dan mudah dipahami. Menjadi sampel suatu penelitian dari populasi ini adalah sama untuk setiap individu yang berada dalam populasi (Idarrou and Douzi, 2020). Probabilitas terpilihnya anggota populasi tidak dipengaruhi oleh pemilihan anggota populasi lainnya, yang berarti bahwa setiap pemilihan sepenuhnya tidak bergantung atau bebas dari selanjutnya (Cohen, Manion and Morrison, 2018). Ciri utama dari simple random sampling adalah semua anggota dari populasi mempunyai peluang yang sama dan bebas untuk diikutsertakan dalam pengambilan secara acak.
Langkah-langkah dalam simple random sampling terdiri dari: (i) Menentukan populasi, (ii) Menentukan semua anggota dari populasi, (iii) Memilih anggota dalam populasi menjadi sampel menggunakan suatu prosedur (Ary, Jacobs and Sorensen, 2010).
Data dapat dipilih menggunakan tabel nomor acak atau daftar nomor acak yang dihasilkan komputer dan bisa juga dengan cara undian. Keuntungan dari metode ini adalah bahwa pengetahuan populasi minimal diperlukan, kemudahan menentukan sampel, validitas internal maupun eksternal tinggi dan mudah untuk menganalisis data (Acharya et al., 2013). Gambar 17. memperlihatkan bahwa teknik simple random sampling tepat digunakan apabila populasi relatif homogen.
Systematic random sampling
Systematic random sampling merupakan metode yang terbentuk dari hasil modifikasi pada simple random sampling. Sesuai dengan namanya, pada systematic random sampling proses memilih subjek dari daftar populasi dilakukan secara sistematis daripada secara acak.
Pada systematic random sampling, pemilihan subjek pertama dilakukan secara acak dan kemudian subjek berikutnya dipilih dengan proses periodik (Acharya et al., 2013). Terdapat tiga langkah yang dapat digunakan dalam proses systematic random sampling. Pertama, tentukan interval sampling, yaitu dengan membagi ukuran populasi dengan jumlah sampel yang diinginkan. Interval sampling dapat dilambangkan dengan “k”. Kedua, pilih secara acak angka antara 1 dan k, dan sertakan orang itu dalam sampel. Ketiga, sertakan juga setiap elemen ke-k dalam sampel (Christensen, Johnson and Turner, 2015).
Contoh penggunaan systematic random sampling, jika seorang peneliti mengetahui bahwa jumlah populasi adalah 300 dan sampel yang diinginkan adalah 60, maka dapat diketahui bahwa N= 300 dan n = 60, sehingga k= 300/60 = 5. Nilai k = 5 merupakan interval sampling. Langkah selanjutnya adalah memilih nomor acak antara 1 sampai 5. Misalkan angka acak yang terpilih adalah “4”, maka peserta nomor “4” adalah sampel pertama dalam penelitian. Kemudian kita terus menambahkan “5” ke nomor ini, sehingga sampel selanjutnya adalah 9, 14, 19, 24, 29, 34, 39 dan seterusnya, sampai menyelesaikan ukuran sampel yang diperlukan sebanyak 60.
Stratified Sampling
Pengambilan sampel dengan stratified sampling melibatkan pembagian populasi menjadi kelompok- kelompok yang homogen, di mana masing-masing kelompok berisi subjek dengan karakteristik yang sama, dan kemudian pengambilan sampel dilakukan secara acak dalam kelompok-kelompok tersebut. Peneliti perlu mengidentifikasi karakteristik populasi yang lebih luas yang harus dimasukkan dalam sampel, yaitu untuk mengidentifikasi parameter populasi yang lebih luas (Cohen, Manion and Morrison, 2018). Misalnya, seorang peneliti akan melakukan penelitian pada suatu sekolah, untuk mendapatkan sampel yang mewakili seluruh populasi dalam hal jenis kelamin, maka pemilihan subjek secara acak dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan harus dilakukan.
Terdapat dua tahap utama yang harus dilakukan dalam stratified sampling seperti gambar 18. Pertama, mengetahui dan mengidentifikasi ciri-ciri yang muncul dalam populasi yang lebih luas yang juga harus muncul dalam sampel, yaitu membagi populasi yang lebih luas menjadi kelompok-kelompok (strata) yang homogen dan jika memungkinkan, misalnya laki-laki dan perempuan, extrovert dan introvert ataupun kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Disarankan agar membagi populasi menjadi kelompok-kelompok homogen yang lebih kecil untuk memperoleh representasi yang lebih akurat. Kedua, sampel harus diacak dalam kelompok-kelompok yang sudah teridentifikasi, ukuran masing-masing kelompok ditentukan baik oleh penilaian peneliti atau dengan mengacu pada aturan jumlah sampel.
Data yang dibagi menjadi berbagai sub-kelompok (strata) yang memiliki kesamaan karakteristik seperti usia, jenis kelamin, ras, pendapatan, pendidikan, dan etnis kemudian diacak diambil dari setiap strata, hal ini mempunyai kelebihan yaitu menjamin keterwakilan semua kelompok dalam populasi yang dibutuhkan. Karakteristik setiap strata dapat diperkirakan dan perbandingan dapat dibuat. Ini juga mengurangi variabilitas dari sampling sistematis. Keterbatasannya adalah membutuhkan informasi yang akurat tentang proporsi setiap strata serta membutuhkan biaya dalam persiapannya (Acharya et al., 2013).
Terdapat dua jenis stratified sampling, yang pertama adalah stratified sampling proporsional dan stratified sampling tidak proporsional. Dalam stratified sampling proporsional, jumlah orang yang dipilih dari kelompok (misalnya kelompok sarjana dan diploma) sebanding dengan ukuran mereka dalam populasi. Misalnya, jika 70% dari populasi adalah sarjana, maka 70% dari sampel yang terpilih adalah dari sarjana. Dalam stratified sampling yang tidak proporsional, jumlah orang yang dipilih dari kelompok tidak sebanding dengan ukurannya dalam populasi.
Misalnya, jika 70% dari populasi adalah sarjana, tetapi hanya memilih 50% dari sampel tingkat sarjana. Stratified sampling yang tidak proporsional menimbulkan beberapa persepsi, beberapa ahli mengatakan bahwa stratified sampling yang tidak proporsional bukan lagi merupakan metode pemilihan probabilitas karena setiap orang tidak memiliki kesempatan yang sama menjadi sampel (Christensen, Johnson and Turner, 2015).
Cluster Sampling
Dalam cluster sampling, peneliti membagi populasi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dikenal sebagai cluster, kemudian secara acak memilih di antara kelompok- kelompok ini untuk membentuk sampel seperti gambar 19. Saat akan melakukan penelitian dan mempunyai populasi besar dan tersebar luas, maka pengumpulan sampel acak secara sederhana dapat menimbulkan masalah administratif.
Misalnya saat peneliti akan melakukan penelitian tentang kemampuan literasi kimia siswa yang ada di Indonesia, maka akan sangat tidak praktis untuk memilih siswa secara acak dan menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk mendatangi setiap wilayah untuk melakukan pengujian. Dengan menggunakan cluster sampling, peneliti dapat memilih sejumlah sekolah tertentu dan menguji semua siswa di sekolah yang dipilih tersebut, yaitu sampel cluster yang sesuai dengan kriteria.
Cluster sampling adalah metode pengambilan sampel probabilitas yang sering digunakan untuk mempelajari populasi besar, terutama yang tersebar secara geografis. Pengambilan sampel secara cluster sampling melalui proses dua langkah, langkah pertama adalah seluruh populasi dibagi menjadi cluster tertentu, biasanya seperti wilayah geografis atau distrik seperti desa, sekolah, kelurahan, blok, dan lain-lain. Pembagian cluster merupakan hal yang paling praktis untuk digunakan dalam populasi sangat besar.
Langkah kedua, cluster dipilih secara acak. Semua individu dalam cluster diambil sebagai sampel. Biasanya membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar. Apabila sampel tersebar secara luas dan tidak praktis memilih sampel secara representatif, maka pengambilan sampel secara cluster sangat berguna (Acharya et al., 2013). Hal yang harus diperhatikan bahwa cluster yang benar-benar termasuk dalam penelitian dipilih secara acak dari populasi cluster dan setelah sebuah cluster dipilih, maka semua anggota cluster harus dimasukkan dalam sampel (Ary, Jacobs and Sorensen, 2010).
Memilih cluster dengan probabilitas yang tidak sama atau dalam membentuk suatu dugaan rasio dapat menggunakan ukuran suatu cluster sebagai suatu informasi tambahan. Contoh penggunaan cluster sampling, misalnya peneliti tertarik dengan kemampuan penyelesaian soal HOTS kimia siswa kelas XII di Pulau Sulawesi. Akan sangat sulit bagi peneliti untuk mendapatkan daftar semua siswa kelas XII dan mengumpulkan data dari sampel acak yang tersebar di seluruh Pulau Sulawesi. Peneliti dapat memperoleh daftar semua sekolah-sekolah yang ada di Pulau Sulawesi dan mengumpulkan data dari subset ini.
Dengan keadaan seperti ini, dapat diputuskan untuk menggunakan metode pengambilan cluster sampling. Adapun urutan pelaksanaan yang dapat dipergunakan antara lain:
- Definisikan dan tentukan populasi penelitian yang akan dilakukan.
- Bagi sampel menjadi beberapa cluster. Kualitas cluster dan seberapa baik mewakili populasi yang lebih besar menentukan validitas hasil. Idealnya, setiap populasi cluster harus beragam mungkin, setiap cluster harus memiliki sebaran karakteristik yang sama dengan sebaran populasi secara keseluruhan, cluster harus mencakup seluruh populasi serta tidak ada tumpang tindih antar cluster.
- Pilih cluster secara acak untuk digunakan sebagai sampel.
- Kumpulkan data dari sampel.
Keuntungan dari pengambilan cluster sampling yaitu kelayakan dan ekonomi, tetapi kelemahannya adalah dapat menyebabkan kesalahan estimasi standar yang tinggi jika salah dalam menentukan cluster (Levy and Lemeshow, 1999).
Multistage sampling
Stage sampling diperoleh dari perpanjangan metode cluster sampling. Pemilihan sampel pada tahapan ini dilakukan secara bertahap, yaitu pengambilan sampel dari sampel. Misalnya, satu jenis stage sampling mungkin memilih sejumlah sekolah secara acak, dan dari dalam masing-masing sekolah ini, memilih sejumlah kelas secara acak, dan dari dalam kelas tersebut memilih sejumlah siswa. Pengambilan sampel multistage sering dianggap sebagai versi lanjutan dari pengambilan cluster sampling.
Dalam pengambilan sampel multistage, membagi populasi menjadi beberapa cluster dan memilih beberapa cluster pada tahap pertama. Pada setiap tahap berikutnya, membagi cluster yang dipilih menjadi cluster yang lebih kecil, dan mengulangi prosesnya sampai mencapai langkah terakhir. Pada langkah terakhir, hanya memilih beberapa anggota dari setiap cluster untuk menjadi sampel.
Penggunaan multistage sampling misalnya populasi penelitian kemampuan menyelesaikan soal kimia pada semua siswa kelas X yang berada di sekolah Papua Barat. Pengambilan sampel probabilitas satu tahap dari seluruh populasi sangat susah dilakukan, hal ini disebabkan karena data dari sampel individu di seluruh Papua Barat akan sangat sulit, mahal, dan memakan waktu. Hal ini menjadi dasar dalam memutuskan untuk menggunakan multistage sampling untuk mengumpulkan sampel peserta yang representatif. Dalam multistage sampling, akan terjadi peralihan dari klaster tingkatan lebih tinggi ke tingkatan lebih rendah di setiap tahap, seperti:
- Tahap pertama, membuat daftar sekolah yang berada di Papua Barat, misalnya terdapat 13 kota/kabupaten yang ada di Papua Barat. Pilih 10 kota/kabupaten menggunakan simple random sampling
- Tahap kedua, membuat daftar semua sekolah dalam di setiap kota/kabupaten terpilih, kemudian memilih misalnya 5 sekolah dari setiap setiap kota/kabupaten dengan menggunakan systematic sampling.
- Tahap ketiga, mendapatkan daftar semua siswa di sekolah terpilih, kemudian memilih jumlah siswa misalnya memilih 35 siswa dari setiap sekolah dengan menggunakan simple random sampling atau systematic sampling kemudian mengumpulkan data dari sampel terpilih.
Multiphase sampling
Multiphase sampling merupakan desain pengambilan sampel di mana ukuran unit pengambilan sampel yang sama digunakan pada setiap fase (tingkat) pengambilan sampel, tetapi lebih sedikit unit yang dipilih pada setiap fase berikutnya. Sampel yang lebih besar dipilih pada tahap pertama atau langkah desain pengambilan sampel, sedangkan subseleksi unit pengambilan sampel dari tahap pertama dipilih pada tahap kedua. Variabel tambahan diukur dari semua unit dalam sampel fase pertama, sedangkan variabel yang diinginkan diukur untuk setiap unit dalam subsampel yang dipilih pada fase kedua.
Data bantu dapat digunakan baik untuk stratifikasi sampel yang dikumpulkan pada tahap pertama, sehingga stratified random sampling digunakan pada tahap kedua, atau data tambahan dapat digunakan dalam regresi atau estimasi rasio untuk memperkirakan variabel yang diinginkan. Subsampel yang dipilih pada tahap kedua diharapkan lebih kecil dari sampel yang dipilih dalam simple random sampling yang dilakukan dalam satu langkah, karena beberapa sumber daya survei dihabiskan pada tahap pertama dari sampel dua tahap.
Pengambilan sampel multifase dari desain lain yang dilakukan dalam beberapa langkah yang disebut pengambilan sampel bertingkat. Dalam pengambilan sampel multifase, fase pengamatan yang berbeda berhubungan dengan unit sampel dari jenis yang sama, sedangkan dalam pengambilan sampel bertingkat, unit sampel memiliki jenis yang berbeda pada waktu yang berbeda (Lesser, 2006).
Tujuan tiap fase pada multiphase sampling berubah pada setiap fase, misalnya, pada fase satu pemilihan sampel mungkin didasarkan pada kriteria geografi (misalnya sekolah yang berada pada dataran rendah atau tinggi); fase dua mungkin didasarkan pada kriteria ekonomi (misalnya sekolah yang anggarannya dikelola dengan cara yang sangat berbeda); fase tiga mungkin didasarkan pada kriteria politik (misalnya sekolah yang siswanya berasal dari daerah dengan tradisi dukungan untuk partai politik tertentu), dan seterusnya.
Daftar Pustaka
Acharya, A. S. et al. (2013) ‘Sampling: Why and How of it?’, Indian Journal of Medical Specialities, 4(2), pp. 330–333. Available at: http://dx.doi.org/10.7713/ijms.2013.0032.
Ary, D., Jacobs, L. C. and Sorensen, C. (2010) Introduction to Research in Education. Eighth. Edited by Belmont. Wadsworth: Wadsworth Cengage Learning.
Best, J. W., Kahn, J. V. and Jha, A. K. (2017) Research in Education. Tenth. Uttar Pradesh: Pearson Education. doi: 10.1038/194925b0.
Christensen, L. B., Johnson, R. B. and Turner, L. A. (2015) Research Methods, Design, and Analysis. twelfth. Edinburgh: Pearson Education Limited.
Cohen, L., Manion, L. and Morrison, K. (2018) Research Methods in Education. Eighth. New York: Routledge.
Idarrou, A. and Douzi, H. (2020) ‘Sampling Technique for Complex Data’, in Ros, F. and Guillaume, S. (eds) Sampling Techniques for Supervised or Unsupervised Tasks. Switzerland: Springer Nature Switzerland, pp. 185–203. doi: 10.1007/978-3-030-29349-9_1.
Lamm, A. J. and Lamm, K. W. (2008) ‘Using Non-Probability Sampling Methods in Agricultural and Extension Education Research’, Journal of International Agricultural and Extension Education, 15(2), p. 5. doi: 10.5191/jiaee.2019.26105.
Lesser, V. M. (2006) ‘Multiphase Sampling’, Encyclopedia of Environmetrics. doi:
10.1093/oso/9780198815792.003.0010.
Levy, P. S. and Lemeshow, S. (1999) Sampling of Populations: Methods and Applications Third Edition. Third. Edited by
R. M. Groves et al. New York: John Wiley & Sons Ltd.
Lohr, S. L. (2019) Sampling Design and Analysis. second. New York: Taylor & Francis Group. Available at: https://www.crcpress.com/go/textsseries.
Pitard, F. F. (2019) Theory of Sampling and Sampling Practice.
Third. Boca Raton: Taylor & Francis Group.
Schillewaert, N., Langerak, F. and Duharnel, T. (1998) ‘Fred
Langerak and Niels Schillewaert Source: Int’, Journal of Market Research, 40(4).
Schreuder, H. T., Gregoire, T. G. and Weyer, J. P. (2001) ‘For what applications can probability and non-probability sampling be used?’, Environmental Monitoring and Assessment, 66(3), pp. 281–291.doi: 10.1023/A:1006316418865.
Sedgwick, P. (2013) ‘Convenience sampling’, Bmj, 347. doi: 10.1136/bmj.f6304.
Taherdoost, H. (2018) ‘Sampling Methods in Research Methodology; How to Choose a Sampling Technique for Research’, SSRN Electronic Journal, 5(2), pp. 18–27. doi: 10.2139/ssrn.3205035.
Thompson, S. K. (2012) Sampling. Third. New Jersey: John Wiley & Sons Ltd.
Demikian ulasan tentang Probability Sampling semoga dapat dijadikan referensi bagi anda, dan jika di rasa bermanfaat silahkan share artikel ini. Terima kasih telah berkunjung