Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning – Project-based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, project based learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek.
Project-based learning adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (Cord, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss, Van-Duzer, Carol, 1998). Project-based learning berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan mahasiswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang mahasiswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya mahasiswa bernilai, dan realistik (Okudan. Gul E. dan Sarah E. Rzasa, 2004).
Berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas yang berdurasi pendek, terisolasi/lepas-lepas, dan aktivitas pembelajaran berpusat pada dosen, maka model project-based learning lebih menekankan pada kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holistik-interdisipliner, perpusat pada pebelajar, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata. Dalam project-based learning mahasiswa belajar dalam situasi problem yang nyata, yang dapat melahirkan pengetahuan yang bersifat permanen dan mengorganisir proyek-proyek dalam pembelajaran (Thomas, 2000).peneliti (Berenfeld, 1996; Marchaim 2001; dan Asan, 2005).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, project-based learning merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan faham pembelajaran konstruktivis yang menuntut peserta didik menyusun sendiri pengetahuannya (Doppelt, 2003). Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat dukungan luas yang bersandar pada ide bahwa mahasiswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri (Wilson, 1996). Pendekatan project-based learning dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong mahasiswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal.
Buck Institute for Education (1999) menyebutkan bahwa project-based learning memiliki karakteristik, yaitu: (a) mahasiswa sebagai pembuat keputusan, dan membuat kerangka kerja, (b) terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya, (c) mahasiswa sebagai perancang proses untuk mencapai hasil, (d) mahasiswa bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan, (e) melakukan evaluasi secara kontinu, (f) mahasiswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan, (g) hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya, dan (h) kelas memiliki atmosfer yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.
Project-based learning memiliki potensi yang besar untuk membuat pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi mahasiswa untuk memasuki lapangan kerja. Menurut Gaer (1998), di dalam project-based learning yang diterapkan untuk mengembangkan kompetensi setelah mahasiswa bekerja di perusahaan, mahasiswa menjadi lebih aktif di dalam belajar, dan banyak keterampilan yang berhasil dibangun dari proyek di dalam kelasnya, seperti keterampilan membangun tim, membuat keputusan kooperatif, pemecahan masalah kelompok, dan pengelolaan tim. Keterampilan-keterampilan tersebut besar nilainya ketika sudah memasuki lingkungan kerja. dan merupakan keterampilan yang sukar diajarkan melalui pembelajaran tradisional.
Menurut Buck Institute for Education (BIE) (dalam Khamdi, 2007) “Project Based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruksi belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai dan realistik.
Project-based Learning (PBL) is a model for classroom activity that shifts away from the usual classroom practices of short, isolated, teacher-centred lessons. PBL learning activities are long-term, interdisciplinary, student-centred, and integrated with real-world issues and practices (Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model kegiatan dikelas yang berbeda dengan biasanya. Kegiatan pembelajaran PBL berjangka waktu lama, antardisiplin, berpusat pada siswa dan terintegrasi dengan masalah dunia nyata, Harun, 2006).
Jadi, dari penjelasan diatas Project Based Learning merupakan pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa (student centered) dan menempatkan guru sebagai motivator dan fasilitator, dimana siswa diberi peluang bekerja secara otonom mengkonstruksi belajarnya. Project Based Learning sangat cocok dipadukan dengan materi koloid. Berdasarkan kegiatan pembelajaran dalam silabus, materi koloid menuntut siswa untuk aktif (student centered) sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator, siswa bekerja sama dengan berbagai percobaan seperti percobaan pengelompokan berbagai sistem koloid, percobaan sifat-sifat koloid secara kelompok dan percobaan pembuatan koloid. Selain itu materi koloid juga sangat berkaitan dengan kehidupan sehari -hari sehingga banyak peluang untuk mengajak siswa berpikir kritis dan kreatif mengenai masalah nyata yang akan diangkat dalam Project Based Learning.
Definisi secara lebih komperehensif tentang Project Based Learning menurut The George Lucas Educational Foundation (2005) adalah sebagai berikut :
- Project-based learning is curriculum fueled and standards based. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Project Based Learning, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (aguiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen mayor sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah displin yang sedang dikajinya (The George Lucas Educational Foundation: 2005).
- Project-based learning asks a question or poses a problem that each student can answer. Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masingmasing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based Learning memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan penuntun (The George Lucas Educational Foundation: 2005).
- Project-based learning asks students to investigate issues and topics addressing real-world problems while integrating subjects across the curriculum. Project Based Leraning merupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut peserta didik membuat “jembatan” yang menghubungkan antar berbagai subjek materi. Melalui jalan ini, peserta didik dapat melihat pengetahuan secara holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik (The George Lucas Educational Foundation: 2005).
- Project-based learning is a method that fosters abstract, intellectual tasks to explore complex issues. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan pemahaman. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui cara yang bermakna. (The George Lucas Educational Foundation: 2005).
Global SchoolNet (2000) melaporkan hasil penelitian the AutoDesk Foundation tentang karakteristik Project Based Learning. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
- peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja,
- adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik,
- peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan,
- peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan,
- proses evaluasi dijalankan secara kontinyu,
- peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan,
- produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif,
- situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan (Global SchoolNet, 2000).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan Project Based Learning dikembangkan berdasarkan faham filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran. Konstruktivisme mengembangkan atmosfer pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk menyusun sendiri pengetahuannya (Bell, 1995: 28). Project based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain.
Perbedaan situasi kelas konvensioanal dan kelas Project Based Learning ditunjukan pada Gambar
Gambar Perbandingan kelas ”konvensioanal” dan Project Based Learning (Global SchoolNet, 2000).
Pada pendekatan Project Based Learning, pengajar berperan sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penuntun. Sedangkan pada kelas ”konvensional” pengajar dianggap sebagai seseorang yang paling menguasai materi dan karenanya semua informasi diberikan secara langsung kepada peserta didik. Pada kelas Project Based Learning, peserta didik dibiasakan bekerja secara kolaboratif, penilaian dilakukan secara autentik, dan sumber belajar bisa sangat berkembang. Hal ini berbeda dengan kelas ”konvensional” yang terbiasa dengan situasi kelas individual, penilaian lebih dominan pada aspek hasil daripada proses, dan sumber belajar cenderung stagnan.
Landasan Project Based Learning
Kecenderungan abad XXI ditandai oleh peningkatan kompleksitas peralatan teknologi, dan munculnya gerakan restrukturisasi korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan manusia, menyebabkan dunia kerja akan memerlukan orang yang dapat mengambil inisiatif, berpikir kritis, kreatif, dan cakap memecahkan masalah. Hubungan “manusia-mesin” bukan lagi merupakan hubungan mekanistik akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut mulai direspon oleh dunia pendidikan di Indonesia, yang semenjak tahun 2000 menerapkan empat pendekatan pendidikan, yakni (1) pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skills), (2) kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi, (3) pembelajaran berbasis produksi, dan (4) pendidikan berbasis luas (broad-based education). Orientasi baru pendidikan itu berkehendak menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan kecakapan hidup, dengan pendidikan yang bertujuan mencapai kompetensi (selanjutnya disebut pembelajaran berbasis kompetensi), dengan proses pembelajaran yang otentik dan kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai dan bermakna bagi mahasiswa, dan pemberian layanan pendidikan berbasis luas melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang fleksibel multi-entry-multi-exit (Depdiknas, dalam Waras, 2007).
Pendidikan berorientasi kecakapan hidup, pembelajaran berbasis kompetensi, dan proses pembelajaran yang diharapkan menghasilkan produk yang bernilai, menuntut lingkungan belajar yang kaya dan nyata (rich and natural environment), yang dapat memberikan pengalaman belajar dimensi-dimensi kompetensi secara integratif. Lingkungan belajar yang dimaksud ditandai oleh:
- Situasi belajar, lingkungan, isi dan tugas-tugas yang relevan, realistik, otentik, dan menyajikan kompleksitas alami “dunia nyata”;
- Sumber-sumber data primer digunakan agar menjamin keotentikan dan kompleksitas dunia nyata;
- Mengembangkan kecakapan hidup dan bukan reproduksi pengetahuan;
- Pengembangan kecakapan ini berada di dalam konteks individual dan melalui negosiasi sosial, kolaborasi, dan pengalaman;
- Kompetensi sebelumnya, keyakinan, dan sikap dipertimbangkan sebagai prasyarat;
- Keterampilan pemecahan masalah, berpikir tingkat tinggi, dan pemahaman mendalam ditekankan;
- Mahasiswa diberi peluang untuk belajar secara apprenticeship di mana terdapat penambahan kompleksitas tugas, pemerolehan pengetahuan dan keterampilan;
- Kompleksitas pengetahuan dicerminkan oleh penekanan belajar pada keterhubungan konseptual, dan belajar interdisipliner;
- Belajar kooperatif dan kolaboratif diutamakan agar dapat mengekspos mahasiswa ke dalam pandangan-pandangan alternatif; dan
- Pengukuran adalah otentik dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran (Simons, dalam Waras, 2007).
Memperhatikan karakteristiknya yang unik dan komprehensif, model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) cukup potensial untuk memenuhi tuntutan pembelajaran tersebut. Model Pembelajaran Berbasis Proyek membantu mahasiswa dalam belajar: (1) pengetahuan dan keterampilan yang kokoh dan bermakna-guna (meaningful-use) yang dibangun melalui tugas-tugas dan pekerjaan yang otentik (Cord, 2001; Hung & Wong, 2000; Myers & Botti, 2000; Marzano, 1992); (2) memperluas pengetahuan melalui keotentikan kegiatan kurikuler yang terdukung oleh proses kegiatan belajar melakukan perencanaan (designing) atau investigasi yang open-ended, dengan hasil atau jawaban yang tidak ditetapkan sebelumnya oleh perspektif tertentu; dan (3) dalam proses membangun pengetahuan melalui pengalaman dunia nyata dan negosiasi kognitif antarpersonal yang berlangsung di dalam suasana kerja kolaboratif.
Langkah-Langkah Pembelajaran Project Based Learning
Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri dari :
Start With the Essential Question
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relefan untuk para peserta didik (The George Lucas Educational Foundation : 2005).
Design a Plan for the Project
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek (The George Lucas Educational Foundation : 2005).
Create a Schedule
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyak, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara (The George Lucas Educational Foundation : 2005).
Monitor the Students and the Progress of the Project
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting (The George Lucas Educational Foundation : 2005).
Assess the Outcome
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masingmasing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya (The George Lucas Educational Foundation : 2005).
Evaluate the Experience
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran (The George Lucas Educational Foundation : 2005).
Kegiatan workshop project-based learning bagi tutor menurut Rosenfeld (2001) terdiri dari: (1) membuat pertanyaan yang akan dijadikan proyek, (2) memilih pertanyaan utama atau menentukan proyek, (3) membaca dan mencari materi yang relevan dengan masalah, (4) merancang masalah, (5) merancang/ metode yang tepat dalam memecahkan masalah, (6) menulis proyek proposal, (7) implementasi dan membuat dokumen tugas, (8) analisis data dan membuat simpulan, (9) membuat laporan final, (10) mempresentasikan proyek final.
Langkah yang lebih singkat untuk setting mahasiswa menurut Gabriella (2000) dan Thomas (2000) adalah: Pertama persiapan formulasi problem (memilih tema proyek, membuat pertanyaan, membuat list, membuat defenisi, memilih dan memutuskan proyek, memformulasi problem dan hipotesis). Ini adalah tahapan standar pengantar pembelajaran dimana informasi dan jadwal dibuat mahasiswa berusaha memahami satu sama lain dengan memperkenalkan diri dan mengumpulkan harapannya di dalam keseluruhan aktivitas proyek.
Kedua integrasi, ini merupkan langkah proses yang terdiri dari sejumlah aktifitas berkenaan dengan persiapan dan langkah penting pengerjaan suatu proyek.
- Merancang dan menyiapkan perlengkapan untuk proyek, menentukan metode, tempat, dan gejala-gejala.
- Pembentukan kelompok dan pemilihan proyek: mahasiswa diharapkan untuk memecahkan permasalahan yang dipilih secara jujur dalam kelompok kecil.
- Pengumpulan informasi: presentasi ringkas dan diskusi proyek individual, yang mendukung pengumpulan berbagai pandangan atas proyek.
- Langkah kerja proyek: langkah kerja merupakan bagian penting dari kerja kelompok. Adapun hal-hal yang dilihat berkaitan dengan bagaimana motivasi mahasiswa dalam mengikuti project-based learning, cara mahasiswa dalam melakukan problem-solving, proses kolaborasi antar mahasiswa dan dosen, serta kemandirian mahasiswa dalam menyelesaikan proyek-proyek.
Langkah ketiga adalah Evaluasi (interpretasi dan membuat perbandingan, menyimpulkan & membuat laporan proyek). Hal-hal yang disiapkan dalam PBL: kurikulum, perelengkapan proyek, lingkungan fisik lingkungan sosial, dan interaksi aspek-aspek tersebut. Pola ini menunjukan bentuk aktivitas dalam melakukan penilaian terhadap mahasiswa. Feedback membantu dosen dalam menafsirkan penguasaan mahasiswa tehadap proyek yang telah dikerjakannya.
Langkah project-based learning menunjukkan skenario pembelajaran yang dijalankan. Menurut Waras (2007), skenario pembelajaran berbasis proyek dalam Jurusan Teknik Mesin pada mata kuliah Teknologi Produksi terdiri dari:
Tahap 1: identifikasi masalah riil di industri kecil, dalam proses ini mahasiswa mengkaji proses perancangan mesin dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi industri kecil yang dikunjungi untuk diangkat menjadi mata proyek.
Tahap 2: perumusan strategi/alternatif pemecahan masalah, hasil dari tahap ini berupa “artifak” produk teknologi yang akan dihasilkan dari proyek ini untuk memecahkan masalah, yaitu apa mata proyek yang ditetapkan, apa yang akan dicapai dari proyek ini, produk apa yang akan dihasilkan, dan bagaimana cara merealisasikannya.
Tahap 3: perancangan produk, Pada tahap ini, proposal proyek dilengkapi dengan rancangan/desain produk berupa alat atau mesin yang akan dibuat untuk memecahkan masalah. Dalam perencanaan produk ini mahasiswa melakukan proses kalkulasi dimensi produk, kekuatan bahan, dan kalkulasi teknik dan biaya yang kemudian ditampilkan dalam gambar kerja.
Tahap 4; proses produksi alat/mesin, dalam tahap ini, mahasiswa dalam kelompok masing-masing melakukan proses produksi alat yang telah didesain dengan basis pekerjaan menggunakan mesin perkakas. Jadwal dan prosedur kerja dalam tahap proses produksi dibuat oleh masing-masing kelompok kerja, termuat di dalam proposal proyek
Tahap 5: tahap evaluasi, dalam tahap ini, mahasiswa melakukan uji-coba produk untuk mengetahui unjuk kerja alat yang dihasilkan, mengetahui kelebihan dan kelemahannya. Proses uji- coba ini merupakan bentuk self-evaluation yang menjadi umpan balik bagi unjuk kerja mereka.
Tahap 6: presentasi, pada tahap ini, dimaksudkan untuk mengkomunikasikan secara aktual kreasi teknologi yang dapat mengatasi masalah produksi tertentu. Melalui seminar kelas, setiap kelompok menampilkan karya mereka. Pada tahap ini, kegiatan akan mendorong munculnya pertanyaan baru yang dapat memicu munculnya ide-ide teknologi baru.
Project-based learning sebagai model pembelajaran yang kooperatif dan akomodatif terhadap kemampuan anak menuju proses berpikir yang bebas dan kreatif. Implementasi project-based learning ialah pada keikutsertaan pebelajar dalam memahami realitas kehidupan dari yang konkret sampai yang abstrak. Realitas kehidupan ini akan menjadi sumber inspirasi dan kreativitas dalam melakukan analisis dan membangun visi kehidupan. Thomas (2000) berpendapat bahwa PBL terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
Tahap Persiapan
Ini adalah tahapan standar pengantar pembelajaran dimana informasi dan jadwal dibuat. mahasiswa berusaha memahami satu sama lain dengan memperkenalkan diri dan mengumpulkan harapannya di dalam keseluruhan aktifitas proyek.
Proses PBL
Ini adalah tahapan-utama pembelajaran dan terdiri dari sejumlah aktifitas berkenaan dengan persiapan dan langkah penting pengerjaan suatu proyek. Tahap ini meliputi: (a) pembentukan kelompok dan pemilihan proyek, (b) pengumpulan informasi, dan (c) langkah kerja proyek. Pola ini menunjukan bentuk aktifitas di dalam melakukan penilaian terhadap mahasiswa. Feedback membantu dosen dalam menafsirkan penguasaan mahasiswa tehadap proyek yang telah dikerjakannya. Lebih jelas gambaran proses kerja PBL dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar Model Pembelajaran PBL
Belajar berbasis proyek (project-based learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (Cord, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss & Van-Duzer, 1998). Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan mahasiswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan mahasiswa bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000).
Heide Spruck Wrigley (1998) dalam sebuah risetnya menyimpulkan bahwa: We all await research that can capture the many dimensions of learning that project-based learning addresses: gaining meaning from reading authentic materials; writing for an audience; communicating with others outside of the classroom; working as part of a team, and giving voice to one’s opinions and ideas, using literacy to affect change. In the meantime, we may have to take the project-based learning on faith and see it as a promising approach that are acts much of what we know about the way adults learn.
Penerapan Project Based Learning telah menunjukan bahwa pendekatan tersebut sanggup membuat peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, yaitu pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan faham konstruktivisme. Peserta didik diberi kesempatan untuk menggali sendiri informasi melalui membaca berbagai buku secara langsung, membuat presentasi untuk orang lain, mengkomunikasikan hasil aktivitasnya kepada orang lain, bekerja dalam kelompok, memberikan usul atau gagasannya untuk orang lain dan berbagai aktivitas lainnya. Semuanya menggambarkan tentang bagaimana semestinya orang dewasa belajar agar lebih bermakna.
Diana Curtis (2005) menyatakan bahwa : “enthusiasm alone isn’t enough of a justification to advocate project-based learning, but the results of that enthusiasm argue in its favor”. Neumont University (2006) melaporkan hasil riset yang dilakukan oleh National Training Laboratory tentang model pembelajaran yang melibatkan mahasiswa untuk saling berperan aktif dalam proses pembelajaran sebagaimana yang dikembangkan dalam Project Based Learning sebagai berikut : research shows that we retain significantly more of what we learn when we learn by doing or from teaching others than we retain when we learn from lectures or from reading (Gambar 3).
Gambar Rata-rata daya serap peserta didik
Itulah beberapa penelitian yang dilakukan oleh para praktisi pendidikan yang menggambarkan bagaimana pendekatan Project Based Learning dapat digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah dalam rangka peningkatan keberhasilan pendidikan.
Ciri-ciri Project Based Learning
Buck Institute for Education (BIE) (dalam Susanti, 2008) menyebutkan ciri -ciri Project Based Learning diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas dan hasil.
Keempat ciri-ciri itu adalah sebagai berikut:
Isi
Difokuskan pada ide-ide siswa yaitu dalam membentuk gambaran sendiri bekerja atas topik-topik yang relevan dan minat siswa yang seimbang dengan pengalaman siswa sehari -hari.Pada materi koloid masalah nyata yang diangkat haruslah difokuskan pada pengalaman siswa sehari-hari.
Kondisi
Maksudnya adalah kondisi untuk mendorong siswa mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar. Sehingga dalam belajar materi koloid siswa mencari sumber informasi secara mandiri dari berbagai referensi seperti buku maupun intenet.
Aktifitas
Adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan masalah-masalah menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan bangunan dalam menggagas pengetahuan siswa dalam mentransfer dan menyimpan informasi dengan mudah. Pada materi koloid, siswa dituntut untuk aktif, menggunakan kecakapan untuk memecahkan masalah dan berbagai tujuan belajar yang ingin dicapai. Dilihat dari kegiatan pembelajaran dalam silabus, materi koloid sangat menekankan aktifitas siswa.
Hasil
Hasil disini adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu siswa mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan dalam belajar yang sempurna, termasuk strategi dan kemampuan untuk mempergunakan kognitif strategi pemecahan masalah. Juga termasuk kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan kepercayaan yang dihubungkan dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif dapat menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan model-model pengajaran yang lain.
Komponen-komponen Project Based Learning
Komponen-komponen Project Based Learning meliputi beberapa hal:
Isi kurikulum
Guru dan siswa bertanggung jawab atas dasar standar dan tujuan yang jelas serta mendukung proses belajar.
Komponen multimedia
Siswa diberi kesempatan untuk menggunakan teknologi secara efektif sebagai alat dalam perencanaan perkembangan atau penyajian proyek.
Komponen petunjuk siswa
Dirancang untuk siswa dalam membuat keputusan, berinisiatif dan memberi materi untuk mengembangkan dan menilai pekerjaannya.
Bekerja sama
Memberi siswa kesempatan bekerjasama diantara siswa maupun dengan guru serta anggota kelompok yang lain.
Komponen hubungan dengan dunia nyata
Project Based Learning dihubungkan dengan dunia nyata menuju persoalan yang relevan untuk kehidupan siswa atau kelompok dan juga komunikasi dengan dunia luar kelas melalui internet, serta bekerjasama dengan anggota kelompok.
Kerangka waktu
Memberi siswa kesempatan merencanakan, merevisi, membayangkan pembelajarannya dalam kerangka waktu berpikir untuk materi dan waktu yang mendukung pembelajaran tersebut.
Penilaian
Proses penilaian dilakukan secara terus menerus dalam setiap pembelajaran, seperti menilai guru, teman, menilai dan merefleksi diri.
Dukungan Teoritis Project Based Learning
Secara teoritis dan konseptual, pembelajaran berbasis proyek juga didukung oleh teori aktivitas.Activity theorymenyatakan bahwa struktur dasar suatu kegiatan terdiri atas: (a) tujuan yang ingin dicapai, (b) subjek yang berada dalam konteks, (c) suatu masarakat dimana pekerjaan itu dilakukan dengan perantaraan, (d) alat-alat, dan (e) peraturan kerja dan pembagian tugas. Dalam penerapannya dikelas bertumpu pada kegiatan belajar aktif dalam bentuk melakukan sesuatu (doing) daripada kegiatan pasifmenerima transfer pengetahuan dari guru (Wena, 2010).
Pembelajaran berbasis proyek juga didukung oleh teori belajar konstruktivistik, yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri didalam konteks pengalamannya sendiri. Pembelajaran berbasis proyek dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal. Ketika pembelajaran berbasis proyek dilakukan dalam model belajar kolaboratifdalam kelompok kecil siswa, pembelajaran berbasis proyek juga mendapat dukungan teoritis yang bersumber dari konstruktivisme sosial Vygotsky yang memberikan landasan pengembangan kognitif melalui peningkatan intensitas interaksi antarpersonal. Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide orang lain, dan merefleksikan ide sendiri pada orang lain, adalah suatu bentuk pembelajaran individu. Proses interaktif dengan kawan sejawat membantu proses konstruksi pengetahuan. Dari perspektif teori ini pembelajaran berbasis proyek dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan dan memecahkan masalah secara kolaboratif (Wena, 2010).
Tahap-Tahap Project Based Learning
Menentukan proyek yang akan dilakukan
Pada tahap ini guru memberikan proyek kepada siswa, menentukan batasan-batasan dan menentukan tujuan utama dari proyek. Proyek yang akan dilakukan terkait dengan materi koloid yaitu proses penjernihan air.
Menentukan kerangka waktu proses penjernihan air
Tahap ini merupakan tahap menentukan berapa lama proyek akan dikerjakan, memeriksa tujuan proyek yang akan diteliti dan menyediakan tempat yang sesuai untuk proyek. Penentuan kerangka waktu proyek disesuaikan dengan persiapan pencarian referensi pendukung materi koloid terutama yang berhubungan dengan proses penjernihan air, dan penyediaan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam proses penjernihan air,
Merencanakan kegiatan apa yang akan dilakukan
Pada tahap ini guru memilih beberapa kegiatan yang sesuai, menggambarkan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. Guru memberikan gambaran proses penjernihan air secara ringkas selanjutnya siswa mencari sendiri informasi yang dibutuhkannya mengenai proses penjernihan air serta kaitannya dengan sifat-sifat koloid.
Merencanakan penilaian
Setelah siswa melakukan kegiatan pada tahapan ini nantinya guru meninjau atau menuliskan beberapa tujuan penilaian, merencanakan alat-alat penilaian apa saja yang akan digunakan, menambahkan penilaian dalam kerangka waktu. Penilaian ini juga mencakup penguasaan materi koloid oleh siswa terutama yang berhubungan dengan proses penjernihan air seperti sifat koloid adsorpsi dan koagulasi.
Memulai proses penjernihan air dengan siswa
Tahap ini adalah tahap pengerjaan proses penjernihan air dengan mendiskusikan tujuan dikelas, melaksanakan, melihat dan mendengarkan pekerjaan apa yang dilakukan, mengingatkan siswa untuk tidak membuang-buang waktu pengerjaan proyek, menambah atau mengurangi kegiatan untuk memperkuat kecakapan dalam kelompok dan kecakapan dalam mengelola dan mendiskusikan beberapa perbaikan.
Gambaran akhir proses penjernihan air
Tahap ini memberikan hasil akhir dalam suatu forum khusus, yaitu mendiskusikan atau menuliskan hal-hal yang penting dari proses penjernihan air, menganjurkan perbaikan untuk proses penjernihan selanjutnya.
Kelebihan Project Based Learning
Project Based Learning adalah penggerak yang unggul untuk membantu siswa belajar melakukan tugas-tugas otentik dan multidisipliner, menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif dan bekerja dengan orang lain. Pengalaman di lapangan baik dari guru maupun siswa bahwa Project Based Learning menguntungkan dan efektif sebagai pembelajaran selain itu memilki nilai tinggi dalam peningkatan kualitas belajar siswa. Anatta (dalam Susanti, 2008) menyebutkan beberapa kelebihan dari Project Based Learning diantaranya sebagai berikut:
- Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum yang lain.
- Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
- Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih didalam lingkungan kolaboratif.
- Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila diimplementasikan secara baik maka siswa akan belajar dan praktik dalam mengorganisasi proyek, membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
Kekurangan Project Based Learning
Menurut (Susanti, 2008) berdasarkan pengalaman yang ditemukan di lapangan Project Based Learning memiliki beberapa kekurangan diantaranya:
- Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut saat pelaksanaan proyek karena adanya kebebasan pada siswa sehingga memberi peluang untuk ribut dan untuk itu diperlukannya kecakapan guru dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang baik.
- Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup masih saja memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pencapaian hasil yang maksimal.
Demikian ulasan singkat saya tentang Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning semoga ulasan singkat ini dapat dijadikan referensi dan bermanfaat bagi anda, jika berkenan silahkan share artikel ini. Terima kasih