Pengertian Puisi – Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima ‘membuat’ atau poeisis ‘pembuatan’, dan dalam bahasa inggris disebut poema atau poerty. Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah. Menurut Sudjiman (2009: 46) Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Selain itu, menurut Munif (2007: 2) “Puisi adalah sajak atau kata-kata yang disusun sedemikian rupa hingga terdengar indah saat dibaca”.
Menurut Dresden (Sukino, 2010: 113) Puisi adalah dunia dalam kata. Isi yang terkandung di dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia yaitu puisi. Selanjutnya Sayuti (dalam Sukino, 2010: 113) memberikan batasan, puisi merupakan pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek-aspek bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individu dan sosialnya; yang diungkapkan dalam teknik tertentu sehingga puisi itu dapat membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah bentuk sastra yang memperhatikan pilihan kata dan kepaduan bunyi. Puisi merupakan bentuk ungkapan perasaan penyair tentang sesuatu hal. Menjadi cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair. Melalui ungkapan perasaan tersebut, diharapkan mampu menyentuh hati pembacanya. Kata-kata yang digunakan dipilih semaksimal mungkin, baik untuk menimbulkan efek tertentu maupun untuk memperoleh keindahan.
Unsur-unsur Pembentuk Puisi
Secara umum orang mengatakan bahwa sebuah puisi dibangun oleh dua unsur penting, yaitu bentuk dan isi. Istilah bentuk dan isi puisi tersebut oleh para ahli dinamai berbeda-beda, diantaranya unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaktik puisi, tema dan struktur, bentuk fisik dan bentuk batin, hakikat dan metode (Jabrohim, 2009: 33).Istilah hakikat puisi (yakni unsur hakiki yang menjiwai puisi) yang dikemukakan Richards (dalam Jabrohim, 2009:33-34), oleh Waluyo disebut struktur batin sedangkan metode puisi (medium bagaimana hakikat itu diungkapkan) disebutnya struktuk fisik.Adapun wujud konkrit hakikat puisi adalah peryataan batin penyair, sedangkan metode adalah unsur-unsur pembangun bentuk kebahasaan puisi.
Menurut Waluyo (dalam Jabrohim, 2009: 34), berpendapat bahwa struktur fisik puisi terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Adapun unsur-unsur yang termasuk dalam struktur fisik puisi yaitu diksi, pengimajian, kata konkret, majas (lambang dan khiasan), versifikasi (meliputi rima, ritma, dan metrum) dan tipografi.Sedangkan struktur batin puisi, terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat.Untuk memberikan pengertian yang lebih jelas berikut ini dikemukakan uraian mengenai unsur-unsur pembangun puisi tersebut.
Unsur Fisik Puisi
Diksi
Diksi adalah bentuk serapan dari kata diction yang oleh Hornby (dalam Jabrohim 2009: 35) diartikan sebagai choise and use of words. Keraf (dalam Jabrohim, (2009: 35) diksi disebut pula pilihan kata, yang dibagi menjadi dua kesimpulan. Pertama, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Kedua, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosakata bahasa itu.
Menurut Keraf (dalam Sukino, 2010: 118), “diksi bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan.Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi berkaitan dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.
Diksi atau pilihan kata mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara lebih baik memahami kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengaktifkan kosakata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapi dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengan tujuan penulisan.
Citraan (Pengimajian)
Citraan dalam penulisan puisi dimaksudkan untuk menimbulkan kesan atau suasana dari puisi. Pencitraan ini terfokus pada gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam pikiran dan penginderaan, untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan.
Menurut Jabrohim (2009: 36), “Gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan istilah citra atau imajinasi (image)”. Sedangkan cara membentuk kesan mental atau sesuatu biasa disebut dengan istilah citraan (imagery). Hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut pencitraan atau pengimajian.
Menurut Coombes (dalam Jabrohim, 2009: 36) bahwa dalam tangan seorang penyair yang baik, imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, memperkaya; dan sebuah imaji yang berhasil menolong orang merasakan pengalaman penyair terhadap objek dan situasi yang dialaminya, memberi gambaran yang setepatnya, hidup, kuat. Selanjutnya menurut Alternbernd (dalam Jabrohim, 2009: 37) citraan merupakan unsur yang penting dalam puisi karena dayanya untuk menghadirkan gambaran yang konkret, khas, menggugah, dan mengesankan.
Berdasarkan uraian pendapat di atas citraan merupakan satu sarana utama untuk mencapai kepuitisan. Maksud kepuitisan itu di antaranya ialah: keaslian ucapan, sifat yang menarik perhatian, menimbulkan perasaan kuat, membuat sugesti yang jelas, dan juga sifat yang menghidupkan pikiran. Imaji yang tepat akan lebih hidup, lebih segar terasakan, dan dekat dengan hidup kita sehingga diharapkan pembaca atau pendengar turut merasakan dan hidup dalam pengalaman batin penyair.
Selanjutnya Jabrohim (2009: 39) mengelompokkan citraan atas tujuh macam. Pertama, citraan pengelihatan, yang dihasilkan dengan memberi rangsangan indera pengelihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat seolah-olah kelihatan. Kedua, citraan pendengaran yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara dan persajakan yang berturut-turut. Ketiga, citraan penciuman. Keempat, citraan pencecapan. Kelima, citraan rabaan, yakni citra yang berupa rangsangan-rangsangan kepada perasaan atau sentuhan. Keenam, citraan pikiran/intelektual, yakni citraan yang dihasilkan oleh asosiasi pikiran. Ketujuh, citraan gerak dihasilkan dengan cara menghidupkan dan memvisualkan sesuatu yang tidak bergerak menjadi bergerak.
Bermacam-macam citraan tersebut dalam pemakaiannya kadang digunakan lebih dari satu cara bersama-sama untuk memperkuat efek kepuitisan. Berbagai jenis citraan saling erat berjalinan dalam menimbulkan efek puitis yang kuat.
Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Penyair berusaha mengkonkretkan kata-kata, maksudnya kata-kata itu diupayakan agar dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Dalam hubungannya dengan pengimajian, kata konkret merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian.
Menurut Waluyo (Jabrohim, 2009: 41) mengatakan bahwa dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair.Sebagai contoh seorang penyair melukiskan seorang gadis yang benar-benar pengemis gembel.Penyair menggunakan kata-kata “gadis kecil berkaleng kecil”.Lukisan tersebut lebih konkret jika dibandingkan dengan “gadis peminta-minta”.Untuk mengkonkretkan gambaran jiwa yang penuh dosa digunakan “aku hilang bentuk/remuk”.
Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif oleh Waluyo (Jabrohim, 2009: 42) disebut pula sebagai majas. Bahasa figuratif dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Selanjutnya menurut Panuti Sujiman (Jabrohim, 2009: 42) kiasan adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna di antara. Disebutkannya pula bahwa istilah lain kiasan adalah metafora. Sementara itu, Rachmat Djoko Pradopo (Jabrohim, 2009: 42) menyamakan kiasan dengan bahasa figuratif dan memasukkan metafora sebagai satu diantara bentuk kiasan.
Bahasa figuratif pada dasarnya adalah bentuk penyimpangan dari bahasa normatif, baik dari segi makna maupun rangkaian katanya, dan bertujuan untuk mencapai arti dan efek tertentu. Pada umumnya, menurut Tarigan (dalam Jabrohim, 2009: 42), bahasa figuratif dipergunakan oleh pengarang untuk menghidupkan atau lebih mengekspresifkan perasaan yang diungkapkan sebab kata-kata saja belum cukup jelas untuk menerangkan lukisan tersebut. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan Panuti Sujiman (Jabrohim, 2009: 42), pengertian bahasa figuratif adalah bahasa yang mempergunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dari susunan dan artinya yang biasa dengan maksud mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya bahasa figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk lebih mengkonkretkan dan lebih mengekspresifkan perasaan yang diungkapkan. Dengan demikian, pemakaian bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat pada pembaca karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan, keakraban, dan kesegaran. Di samping itu, adanya bahasa figuratif memudahkan pembaca dalam menikmati sesuatu yang disampaikan oleh penyair.
Alternbernd (Jabrohim, 2009: 44), mengelompokkan bahasa figuratif kedalam tiga golongan besar. Golongan pertama ialah metafora dan simile, golongan kedua ialah metonimi dan sinekdoks, dan golongan ketiga ialah personafikasi.Sementara itu Rachmat Djoko Pradopo (Jabrohim, 2009: 44), mengelompokkan bahasa figuratif menjadi tujuh jenis, yaitu simile, metefora, epik-simile, personafikasi, metonimi, sinekdoks, dan allegori.
Verifikasi
Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum.Ritma kata pungut dari bahasa Inggris rhythm.Secara umum ritma dikenal sebagai irama atau wirama, yakni pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut, ucapan bunyi bahasa dengan teratur.Panuti Sujiman (Jabrohim, 2009: 53) memberikan pengertian irama dalam puisi sebagai alunan yang dikesankan oleh perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendeknya bunyi, keras lembutnya tekanan, dan tinggi rendahnya nada. Rima berasal dari bahasa inggris rhyme, yakni pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi, atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Adapun metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu.
Wujud irama sulit dikenali dalam sebuah puisi.Penanda yang dapat kita gunakan adalah terjadinya perulangan bunyi, perulangan kata, dan juga rima puisi.
Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Karena itu ia merupakan pembeda yang sangat penting. Dalam prosa (baik fiksi maupun bukan) baris-baris kata atau kalimat membentuk sebuah periodisitet. Namun, dalam puisi tidak demikian halnya. Baris-baris dalam puisi berbentuk sebuah periodisitet yang disebut bait.
Menurut Semi (2009: 87) tipografi disebut juga ukiran bentuk. Dalam sebuah puisi tipografi diartikan sebagai tataran larik, bait, kalimat, frase, kata, dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan suasana. Selanjutnya menurut Atmazaki (2009: 87) tipografi puisi adalah penyusunan baris dan bait puisi.
Adapun maksud penyusunan tipografi secara garis besar dapat dibedakan atas dua macam: (1) sekedar untuk keindahan indrawi: maksudnya agar susunan puisi tersebut indah dipandang; (2) untuk membantu lebih mengintensifkan makna dan rasa atau suasana puisi yang bersangkutan. Tipografi (tata huruf) secara linguistik tidak memiliki arti, tetepi mempunyai makna dalam puisi karena konvensinya.
Unsur Batin Puisi
- Tema
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang.Sesuatu yang menjadi pikiran tersebut dasar bagi puisi yang dicipta oleh penyair. Sesuatu yang dipikirkan itu dapat bermacam-macam, meliputi berbagai macam masalah hidup. Permasalahan itu oleh penyair disusun dengan baik dan ditambah dengan ide, gagasan, cita-cita, atau pendirian penyair. Dengan demikian, di dalam tema selain sesuatu yang dipikirkan penyair juga terbayang pandangan hidup penyair atau bagaimana penyair melihat permasalahan yang dipikirkannya.
- Nada
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Dalam menulis puisi, penyair biasa jadi bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bias jadi pula ia bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Bahkan, ada pula penyair yang hanya bersikap main-main saja.
- Suasana
Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi. Ini berarti sebuah puisi akan membawa akibat psikologis pada pembacanya. Akibat psikologis ini terjadi karena nada yang dituangkan penyair dalam puisi.
- Amanat
Amanat atau tujuan adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Waluyo (dalam Jabrohim, 2009: 67) mengatakan bahwa amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan.
Amanat harus dibedakan dengan tema. Dalam puisi, tema berkaitan dengan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra.Arti dalam puisi bersifat lugas, objektif, dan umum.Makna dalam puisi berhubungan dengan individu, konsep seseorang, dan situasi, tempat penyair mengimajinasikan puisinya.
Demikian ulasan tentang Pengertian Puisi semoga dapat menjadi referensi bagi anda, dan jika ulasan ini dirasa bermanfaat bagi anda, silahkan bagikan atau share ulasan ini. Terima kasih telah berkunjung.
Mantap 👍 terima kasih min untuk artikelnya tentang Pengertian Puisi, Jenis Puisi, Ciri-ciri Puisi. Disini saya sangat terbantu dengan semua ini sebagai pelajar, Semoga tuhan membalas apa yang anda kerjakan saat ini sangat bermanfaat tentunya.
Terima kasih kembali