Pengertian Pola asuh Orangtua – Suatu kenyataan bahwa orangtua adalah guru pertama bagi anak-anaknya. Purwanto (2011: 80), “Pendidikan orangtua terhadap anak-anaknya adalah pendidikan yang didasarkan pada rasa kasih sayang terhadap anak dan diterimanya dari kodrat”. Orangtua adalah pendidik sejati, oleh karena itu, kasih sayang orangtua terhadap anak hendaklah kasih sayang yang sejati. Apabila anak telah masuk sekolah, orangtua adalah mitra kerja yang utama bagi guru dan anaknya.
Ahmad Tafsir dalam Djamarah (2014: 51) menyatakan “Pola asuh berarti pendidikan. Dengan demikian, pola asuh orangtua adalah upaya orangtua yang konsisten dan persisten dalam menjaga dan membimbing anak dari sejak dilahirkan hingga remaja”. Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang ditetapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dan bisa memberikan efek negatif maupun positif. Orangtua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak.
Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi. Pada masa perkembanganya, anak selalu ingin menuruti apa-apa yang orangtua lakukan. Anak selalu ingin meniru ini dalam pendidikan dikenal dengan istilah anak belajar melalui imitasi.
Dalam kehidupan sehari-hari orangtua tidak hanya secara sadar, tetapi juga terkadang secara tidak sadar memberikan contoh yang kurang baik kepada anak misalnya, meminta tolong dengan anak dengan nada mengancam, tidak mau mendengar cerita anak tentang sesuatu hal, memberi nasehat tidak pada tempatnya dan tidak pada waktu yang tepat, berbicara kasar kepada anak, terlalu mementingkan diri sendiri, tidak mau mengakui kesalahan pada apa yang telah dilakukan adalah salah, mengaku serba tahu padahal tidak mengetahui banyak tentang sesuatu, terlalu mencampuri urusan anak, membeda-bedakan anak, kurang memberi kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu dan sebagainya.
Beberapa contoh sikap dan perilaku dari orangtua yang dikemukakan di atas berimplikasi negatif terhadap perkembangan jiwa anak. Anak telah banyak belajar hal dari orangtuanya. Anak belum memiliki kemampuan untuk menilai, apakah yang diberikan oleh orangtuanya itu termasuk sikap dan perilaku yang baik atau tidak. Yang penting bagi anak adalah mereka telah belajar banyak hal dari sikap dan perilaku yang didemontrasikan oleh orangtuanya. Efek negatif dari sikap dan perilaku orangtua yang demikian terhadap anak misalnya, anak memiliki sifat keras hati, keras kepala, manja, pendusta, pemalu, pemalas dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut menjadi rintangan dalam pendidikan anak selanjutnya.
Dalam konteks pedagogis, tidak dibenarkan orangtua membiarkan anak tumbuh dan berkembang tanpa bimbingan dan pengawasan. Bimbingan diperlukan untuk memberikan arah yang jelas dan meluruskan kesalahan sikap dan perilaku anak tumbuhan dan berkembang tanpa bimbingan dan pengawasan.
Meskipun pengawasan melekat tidak selalu dilakukan dan tidak mungkin untuk selalu mengikuti dan mendampingi anak, tetapi pengawasan sampai batas-batas tertentu masih dibutuhkan agar sikap dan prilaku anak terkendali dengan baik. Sikap antisipatif orangtua terhadap anak ini penting dilakukan secara terus-menerus, terutama untuk mengantisipasi kebiasaan negatif anak. Upaya antisipasi orangtua untuk meredam dan menghilangkan kebiasaan negatif anak secara terus menerus, terutama untuk membina kerukunan pergaulan anak dengan saudaranya dan teman sebaya, tidak membeda-bedakan masalah agama, status, jasmani dan suku bangsa, menemani anak dan membatasi menonton TV, menemani dan membimbing anak waktu belajar, membatasi membaca komik dan larangan keras membaca buku porno, majalah porno, novel porno atau melihat sesuatu yang bernuansa pornografi, pornoaksi, pornowicara, mengantisifasi dan mengawasi keterlibatan pada obat terlarang seperti narkoba, ekstasi dan sejenisnya.
OrangTua dan Anak dalam Keluarga
Djamarah (2014: 43) menyatakan:“Orangtua dan anak adalah satu ikatan dalam jiwa, dalam keterpisahan raga, jiwa mereka bersatu dalam ikatan keabadian, tak seorang pun dapat mencerai-beraikannya”. Ikatan itu dalam bentuk hubungan emosional antara anak dan orangtua yang tercermin dalam perilaku. Meskipun suatu saat misalnya, ayah dan ibu mereka sudah bercerai karena suatu sebab, tetapi hubungan emosional anatara orangtua dan anak tidak pernah putus. Sejahat-jahatnya ayah adalah tetap orangtua yang harus dihormati.
Lebih-lebih lagi terhadap ibu yang telah melahirkan dan membesarkan. Bahkan dalam perbedaan keyakinan agama sekalipun antara orangtua dan anak, maka seorang anak tetap diwajibkan menghormati orangtua sampai kapan pun.
Setiap orangtua memiliki anak selalu ingin memelihara, membesarkan, dan mendidiknya. Seorang ibu yang melahirkan anak tanpa ayah pun memiliki naluri untuk memelihara, membesarkan, dan mendidiknya, meski terkadang harus menanggung beban malu yang berkepanjangan. Sebab kehormatan keluaraga salah satunya juga ditentukan oleh bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menjaga nama baik keluarga.
Melalui sikap dan perilaku anak nama baik keluraga dipertaruhkan, orangtua dan anak dalam suatu keluarga memiliki kedudukan yang berbeda. Dalam pandangan orangtua, anak adalah buah hati dan tumpan di masa depan yang harus di pelihara dan didik. Memelihara dari segala marabahaya dan mendidik agar menjadi anak yang ceras.
Tanggung Jawab Orangtua dalam Mendidik Anak
Djamarah (2014: 45) menyatakan “Keluarga adalah suatu institusi yang tebentuk karena ikatan perkawinan antara sepasang suami-istri untuk hidup bersama, seiring dan setujuan dalam membina mahligai rumah tangga”. Di dalamnya selain ada ayah dan ibu, juga ada anak yang menjadi tanggung jawab orangtua. Konteksnya dengan tanggung jawab orangtua dalam pendidikan, maka orangtua adalah pendidikan pertama dan utama dalam keluarga. Bagi anak, orangtua adalah model yang harus ditiru dan diteladani. Sebagai model, orangtua seharusnya memberikan contoh yang baik bagi anak dalam keluarga.
Sikap dan perilaku orangtua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Namun sayangnya tidak banyak orangtua yang dapat melakukannya. Banyak faktor yang menjadi penyebab, misalnya orangtua yang sibuk dan bekerja keras siang dan malam dalam hidupnya untuk memenuhi kebutuhan hidup materi anak-anakanya, waktunya dihabiskan diluar rumah, jauh dari keluarga, sehingga tidak sempat mengawasi perkembangan anaknya, dan bahkan tidak punya waktu untuk memberikan bimbingan, sehingga pendidikan akhlak bagi anak-anaknya terabaikan.
Dalam keluarga yang broken home sering ditemukan seorang anak yang kehilangan keteladanan. Orangtua yang diharapkan oleh anaknya sebagai teladan, ternyata belum mampu memperlihatkan sikap dan prilaku yang baik. Akhirnya anak kecewa terhadap orangtuanya. Anaknya merasa resah dan gelisah, mereka tidak betah tinggal di rumah. Keteduhan dan ketenangan merupakan hal yang langka bagi anak. Hilangnya keteladanan dari orangtua yang dirasakan anak memberi peluang bagi anak untuk mencari pigur yang lain sebagai tumpuan harapan untuk berbagi perasaan dalam duka dan lara.
Di luar rumah, anak mencari teman yang dianggapnya dapat memahami dirinya, perasaannya dan keinginannya. Kecondongan jiwa anak ini tidak jarang dimanfaatkan oleh anak-anak nakal untuk menyeretnya ke dalam sikap dan perilaku jahiliyah. Sebagian besarkelompok mereka tidak hanya sering menganggu keteladanan orang lain seperti melalukan pencurian atau perkelahian, tetapi juga tidak sedikit yang terlibat dalam penggunaan obat-obat terlarang atau narkoba. Pergi ke tempat-tempat hiburan merupakan kebiasaan mereka. Menggoda wanita muda atau pergi ketempat prostitusi adalah hal yang biasa dalam pandangan mereka.
Akhirnya apapun alasannya mendidik anak adalah tanggung jawab orangtua dalam keluaraga. Itulah sebabnya sesibuk apa pun pekerjaan yang harus diselesaikan meluangkan waktu demi pendidikan anak dari pada mengurusi pekerjaan siang dan malam tanpa meluangkan waktu sedikitpun untuk anak.
Pola Asuh Orangtua dalam Keluarga
Djamarah (2014: 50) menyatakan “Pola asuh orangtua dalam keluarga adalah sebuah frase yang menghimpun empat unsur penting, yaitu pola, asuh, orangtua dan keluarga”.Pola adalah polah asuh yang terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh menurut Kamus BesarBahasa Indonesia dalam Djamarah (2014: 50) menyatakan “Pola berati corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap”.
Ketika pola diberi arti bentuk/struktur yang tetap, maka hal itu semakna dengan istilah “kebiasaan”. Asuh yang berarti mengasuh,satu bentuk kata kerja yang bermakna (1) menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil; (2) membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri; (3) memimpin (mengepalai, menyelenggarakan) suatu badan kelembagaan. Ketika mendapat awalan dan akhiran, kata asuh memiliki makna yang berbeda. Pengasuh berarti orang yang mengasuh; wali (orangtua, dan sebagainya).
Pengasuh berati proses, perbuatan cara pengasuhan. Kata asuh mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharan, perawatan, dukungan dan bantuan sehingga orang tetap berdiri menjalani hidupnya secara sehat. Menurut Kamus BesarBahasa Indonesia dalam Djamarah (2014: 51) menyatakan:
“Orangtua adalah ayah ibu kandung, (orang tua-tua) orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli, dan sebagainya); orang-orang yang dihormati (disegani) di kampung. Dalam konteks keluarga, tentu saja orangtua yang dimaksud adalah ayah dan ibu kandung dengan tugas dan tanggung jawab mendidik anak dalam keluarga”.
Pola asuh orangtua dalam keluarga berarti kebiasaan orangtua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin, mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih dan sebagainya.
Indikator Pola Asuh Orangtua
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik tentang pola asuh orangtua, perlu pula disini diberikan beberapa indikator-indikator tentang pola asuh orangtua dalam mendidik anak terutama dalam meningkatkan minat belajar anak. Djamanarah (2014: 60-66) menyatakan ada beberapa indikator dalam pola asuh orangtua yaitu:
Gaya Demokratis
Tipe pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan anak. Beberapa ciri dari tipe pola asuh yang deokratis yaitu orangtua senang menerima saran atau pendapat anak, orangtua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentinagan anak, orangtua mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan pendidikan kepada anak agar tidak mengulangi kesalahannya.
Gaya Laissez-Faire
Tipe pola asuh orangtua ini tidak berdasarkan aturan-aturan. Kebebasan memilih terbuka bagi anak dengan sedikit campur tangan orangtua agar kebebasan yang diberikan terkendali. Bila tidak ada kendali dari orangtua, maka perilaku anak tidak terkendali, tidak terorganisir, tidak produktif, dan apatis, sebab anak merasa tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai.
Gaya Pelopor
Tipe pola asuh orangtua yang satu ini biasanya selalu berada di depan (pelopor) untuk memberikan contoh atau suri teladan dalam kebaikan bagi anak dalam keluarga. Orangtua benar-benar tokoh yang patut di teladani karena sebelum menyuruh atau memerintah anak orangtua harus lebih dulu berbuat. Dengan kata lain, orangtua lebih banyak sebagai pelopor di segala bidang demi kepentingan pendidikan anak.
Gaya Alih Peran
Gaya alih peran adalah tipe kepemimpinan orangtua dengan cara mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anak. Pola asuh ini dipakai oleh orangtua untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan tugas dan peran tertentu. Orangtua hanya memfasilitasi dan membantu ketika solusi atas masalah tidak ditemukan oleh anak.
Gaya Tanpa Pamrih
Tipe pola asuh ini disebut tanpa pamrih, karena asuhan yang dilaksanakan orangtua kepada anak mengajarkan keikhlasan dalam perilaku dan perbuatan
Gaya Konsultan
Tipe pola asuh ini menyediakan diri sebagai tempat keluh kesah anak, membuka diri menjadi pendengar yang baik bagi anak. Orangtua siap sedia bersama anak untuk mendengarkan cerita, informasi, kabar, dan keluhan tentang berbagai hal yang anak rasakan.
Demikianlah ulasan singkat tentang Pengertian Pola asuh Orangtua semoga dapat bermanfaat dan dapat di jadikan referensi bagi anda, jika berkenan silahkan share/bagikan postingan ini. Terima kasih