Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Pembelajaran

Kondisi Belajar Mengajar yang Efektif

×

Kondisi Belajar Mengajar yang Efektif

Sebarkan artikel ini

Kondisi Belajar Mengajar yang Efektif  – Kondisi belajar mengajar yang efektif   adalah suatu keadaan atau situasi belajar  yang dapat menghasilkan perubahan perilaku pada seseorang setelah ia ditempatkan pada situasi belajar  yang didalamnya melibatkan tenaga pendidik serta peran aktif siswa itu sendiri.  Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Kuantitas dan kualitas tersebut harus sesuai dengan pelajaran yang diberi dalam pengajaran. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan mempebaiki kualitas mengajarnya.   Kuantitas dan kualitas mengajar menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak selaku fasilitator juga berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sehinggga memungkinkan proses belajar mngajar, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai.

       Pemenuhan akan kuantitas dan kualitas mengajar tersebut  menuntut guru untuk mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehinggga ia mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalam belajar. Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sedikitnya  ada lima jenis variabel yang menentukan keberhasilan belajar siswa. Yakni melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi siswa, prinsip individualitas, serta pengajaran dan peragaan, sebagai berikut.

Scroll untuk melihat konten

1. Melibatkan Siswa Secara Aktif

Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar.  Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswalah yang seharusnya banyak aktif, sebab murid sebagai subjek didik adalah yang merencanakan, dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Aktivitas belajar siswa yang dimaksudkan disini adalah aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental. Menurut Usman (2013:22) aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu :

  1. Aktivitas visual (Visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen dan demonstrasi.
  2. Aktivitas lisan (Oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, nyanyi.
  3. Aktivitas mendengarkan(listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan.
  4. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik,menari, melukis.
  5. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.

Setiap jenis aktivitas tersebut diatas memiliki kadar atau  bobot  yang berbeda bergantung pada segi tujuan mana yang akan di capai dalam kegiatan belajar mengajar. Yang jelas, aktivitas kegiatan belajar murid hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi. Berikut ini dikemukakan sistem belajar mengajar yang merupakan salah satu upaya dalam menciptakan belajar mengajar yang efektif dan efisien yakni dengan sistem belajar siswa aktif atau CBSA.  Dengan demikian untuk melihat keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar  dapat diwujudkan dengan cara, keterlibatan siswa secara langsung dalam menyampaikan suatu pendapat atau opini, baik secara individu maupun kelompok. Secara harafiah Cara belajar siswa aktif dapat diartikan sebagai sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, afektif, dan psikomotor. CBSA merupakan konsep  yang sukar didefinisikan secara tegas sebab sebenarnya semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan pada diri anak didik, meskipun kadar keaktifannya itu berbeda-beda. Dengan kata lain, keaktifan dalam CBSA menunjuk pada keaktifan mental meskipun untuk mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai keaktifan fisik.

2. Menarik Minat dan Perhatian Siswa

                 Menurut Usman (2013:27) Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar mengajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitannya dengan sifat-sifat murid, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat afektif seperti motivasi, rasa percaya diri, dan minatnya. William james (dalam Usman 2013:17) melihat bahwa minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, efektif merupakan faktor yang menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.

Perhatian bersifat lebih sementara dan ada hubungannya dengan minat. Perbedaaannya ialah minat sifatnya menetap sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya menghilang.  Pendapat diatas memberi gambaran tentang eratnya kaitan antara minat dan perhatian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan perhatian seseorang terhadap sesuatu , maka terlebih dahulu harus ditingkatkan minatnya.

Apabila kita perhatikan, menurut Usman (2013:28). dalam kegiatan belajar mengajar akan di dapat dua macam tipe perhatian yaitu.

1. Perhatian terpusat (terkonsentrasi)

            Perhatian terpusat hanya tertuju pada satu objek saja. Dalam kegiatan belajar di kelas, seorang siswa hendaknya menggunakan perhatian terpusat pada pelajaran sehingga pelajaran yang diterimanya dapat dipahami dengan baik. Oleh karena itu, guru berusaha untuk memusatkan perhatian siswa terhadap apa yang di sampaikannya. Hal ini dapat dilakukannya dengan menggunakan berbagai alat peraga pengajaran dalam penyajian materi pelajaran kepada anak didiknya.

2. Perhatian terbagi (tidak terkonsentrasi)

Perhatian tertuju kepada berbagai hal atau objek secara sekaligus. Dengan demikian, guru tidak hanya memperhatikan pelajarannya, tetapi juga harus memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.

3. Membangkitkan Motivasi Siswa

Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk  berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia mau melakukan belajar. Menurut Usman (2013:29) Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar dirinya. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut.

  1. Motivasi Instrinsik
    Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri.
  2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.  Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan,  atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar.

Untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, guru hendaknya berusaha dengan berbagai cara. Berikut adalah beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik menurut  Usman(2013:29).

  • Kompetisi (persaingan): Guru berusaha menciptakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
  • Pace Making (membuat tujuan sementara atau dekat) : pada awal kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa tujuan pembelajaran yang akan dicapainya sehinggga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
  • Tujuan yang Jelas : Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan suatu perbuatan.
  • Kesempurnaan untuk Sukses:kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya.  Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
  • Minat yang Besar : Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
  • Mengadakan Penilaian atau Tes : pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa. Sesuai dengan uraian yang telah disampaikan diatas, maka dapat dilihat bahwa ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Ada baiknya pula, jika satu persatu cara tersebut dapat di tempuh, untuk membangkitkan  semangat atau motivasi belajar siswa.

4. Prinsip Individualitas

     Salah satu masalah utama dalam pendekatan belajar mengajar ialah masalah perbedaan individual. Setiap guru memahami bahwa tidak semua murid dapat mempelajari  apa-apa yang ingin di capai oleh guru. Biasanya perbedaan individual itulah yang lalu dijadikan kambing hitam. Jarang sekali guru menjelaskan bahwa ketidakmampuan murid dalam belajar itu merupakan akibat dari kelemahan guru dalam mengajar.

         Menurut Bloom (dalam Usman 2013:30), Jika guru memahami persyaratan kognitif dan ciri-ciri sikap yang diperlukan untuk belajar seperti minat dan konsep diri pada diri siswa-siswanya, dapat diharapkan sebagian terbesar siswa akan dapat mencapai taraf penguasaan sampai 75% dari yang di ajarkan. Oleh sebab itu, hendaknya guru mampu menyesuaikan proses belajar mengajar dengan kebutuhan-kebutuhan siswa secara individual tanpa harus mengajar siswa secara individual.

          Mursell (dalam Usman 2013:30)  mengemukakan perbedaan individual secara vertikal dan secara kualitatif. Yang dimaksudkan dengan perbedaan vertikal adalah intelegensi umum dari siswa itu. Perbedaan kualitatif terletak pada bakat dan minatnya.  Maka wajar bila ada anak yang suka mempelajari atau memperdalam IPA,IPS,elektronika, dan sebagainya.

          Mengingat adanya perbedaan-perbedaan tersebut, maka menyamaratakan (menganggap sama) semua siswa ketika guru mengajar secara klasikal pada hakikatnya kurang sesuai dengan prinsip individualitas ini. Setidak-tidaknya guru harus menyadari bahwa setiap individu siswa memiliki perbedaan. Oleh karen itu, guru hendaknya menyadari dan memakluminya apabila ada siswa yang cepat menerima dan memahami pelajaran yang diberikannya, atau bahkan sebaliknya ada yang lemah atau lambat dalam menerima pelajaran dan tidak cukup dengan sekali dijelaskan, yang akhirnya memerlukan bimbingan khusus.   Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh setiap individu, khususnya dibidang pendidikan, terutama pada capat atau lambatnya seseorang dalam menerima materi suatu pelajaran, maka diperlukan peran seorang guru, dalam mendidik serta memberikan bimbingan yang ekstra kepada peserta didik yang tingkat pemahaman belajarnya masih lambat.

5. Pengajaran dan Peragaan

Alat peragaan pengajaran, teaching aids, atau audiovisual  aids (AVA) adalah alat-alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya Verbalisme pada diri siswa. Pengajaran yang digunakan banyak verbalisme tentu akan segera membosankan anak sebaiknya pengajaran akan lebih menarik bila siswa gembira belajar atau senang karena mereka merasa tertarik dan mengerti pelajaran yang di terimanya.  Usman (2013:31) mengemukakan Belajar yang efektif harus mulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju pada pengalaman yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika di bantu dengan alat peraga pengajaran dari pada bila siswa belajar tanpa di bantu dengan alat pengajaran.

 Menurut Usman (2013:31) Penggunaan alat peraga pengajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

  1. Nilai atau manfaat media pendidikan

  Media pendidikan yang di sebut audiovidual aids menurut Encyclopedia Educational Research memiliki nilai sebagai berikut.

  1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir. Oleh karena itu, mengurangi verbalisme (tahu istilah tetapi tidak tahu arti, tahu nama tetapi tidak tahu bendanya).
  2. Memperbesar perhatian siswa.
  3. Membuat pelajaran lebih menatap atau tidak mudah di lupakan.
  4. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para siswa
  5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu.
  6. Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampaun berbahasa.
  7. William Burton dalam Uzer Usman (2013:32) memberikan petunjuk bahwa dalam memilih alat peraga yang akan digunakan hendaknya kita memperhatikan hal-hal berikut :
    1. Alat-alat yang di pilih harus sesuai dengan kematangan dan  pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok.
    2. Alat yang dipilih harus tepat memadai dan mudah di gunakan.
    3. Harus di rencanakan dengan teliti dan diperiksa lebih dahulu.
    4. Penggunaan alat peraga di sertai kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis, dan evaluasi.
    5. Sesuai dengan batas kemampuan biaya.
  8. Kenneth H. Hoover dalam Uzer Usman 2013:32) memberikan beberapa prinsip tentang penggunaaan alat audiovisual sebegai berikut:
    1. Tidak ada alat yang dapat di anggap paling baik.
    2. Alat-alat tertentu lebih tepat dari pada yang lain berdasarkan

jenis pengertian atau dalam hubungannya dengan tujuan.

  1. Audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian integral dari pengajaran.
  2. Perlu diadakan persiapan yang saksama oleh guru dan siswa mengenai alat audiovisual .
  3. Siswa menyadari tujuan alat audiovisual dan merespons data yang diberikan.
  4. Perlu diadakan kegiatan lanjutan.
  5. Alat audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan untuk menambah kemampaun komunikasi memungkinkan belajar lebih karena adannya hubungan-hubungan.

      Demikianlah beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat peraga pengajaran sehingga kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif  jika dibandingkan hanya dengan penjelasan lisan.

Demikianlah pembahasan tentang Kondisi Belajar Mengajar yang Efektif semoga dapat menjadi referensi bagi anda, dan jika artikel ini dirasa bermanfaat bagi anda silahkan bagikan/share artikel ini. terima kasih telah berkunjung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.