Pengertian Kecerdasan Emosional – Emosi terkadang dianggap suatu hal yang kurang baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun perlu diketahui, hal yang kurang baik tersebut adalah cara untuk mengungkapkan atau mengekspresikan hal tersebut kurang tepat, misalnya tidak dapat mengendalikan kekuatan emosi tersebut dengan langsung marah.
Bahtiar (2009: 3) mengatakan bahwa istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai “Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”
Bahtiar (2009: 3) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu, peranan lingkungan terutama orangtua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Lebih lanjut Bahtiar (2009: 3) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence), menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Sudarsono (Nurdin, 2009: 98) mengatakan bahwa emosional berasal dari kata emosi, diartikan sebagai suatu kecenderungan sikap untuk melihat atau menafsirkan sesuatu yang dapat dilihat oleh indra mata atau fakta-fakta dan kondisi perasaan yang berubah disertai perubahan-perubahan emosi terutama perubahan yang menimbulkan suatu gambaran yang bersifat khusus dan dapat disaksikan dari luar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan yang berasal dari dalam diri tersebut dan bagaimana individu tersebut dapat memahami perasaan yang timbul, baik perasaan diri sendiri maupun orang lain.
- Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Gardner (Bahtiar, 2009: 3-4) mendefinisikan kecerdasan emosional dalam lima kemampuan utama, yaitu:
- Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan pada saat perasaan itu muncul. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri berupa waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati. Apabila kurang waspada, maka individu menjadi mudah larut dalam aliran dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
- Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
- Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusias, gairah, optimis dan keyakinan diri.
- Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
- Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Berdasarkan beberapa aspek kecerdasan emosional di atas, maka peneliti akan menggunakan ke-5 aspek tersebut sebagai indikator yang diukur pada penelitian ini.
- Wilayah Kecerdasan Emosional
Goleman (Nurdin, 2009: 100) membagi kecerdasan emosional menjadi lima wilayah yang membentuk kecerdasan, kelima wilayah tersebut meliputi: (a) kemampuan untuk peduli, memahami dan mengekspresikan emosi, (b) kemampuan untuk peduli, memahami dan berhubungan dengan orang lain, (c) kemampuan untuk mengatasi emosi-emosi yang kuat dan mengontrol emosi yang impulsive, (d) kemampuan untuk beradaptasi pada perubahan dan untuk meyelesaikan masalah-masalah personal atau sosial, (e) kemampuan interpersonal, kemampuan untuk meyelesaikan dan mampu mengelola stres.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah baik, karena kita dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita rasakan juga.
- Ciri-ciri Kecerdasan Emosional
Sebagai gambaran kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang, Hein (4-105) mengemukakan tentang ciri-ciri kecerdasan emosional secara spesifik, meliputi:
- Ciri–ciri kecerdasan emosional yang tinggi, yaitu: (a) dapat mengekspresikan emosi dengan jelas, (b) tidak merasa takut untuk mengekspresikan perasaannya, (c) tidak didominasi oleh perasaan-perasaaan negative, (d) dapat memahami (membaca) komunikasi non verbal, (e) membiarkan perasaan yang dirasakan untuk membimbingnya, (f) berperilaku sesuai dengan keinginan, bukan karena keharusan, dorongan dan tanggung jawab, (g) menyeimbangkan perasaan dengan rasional, logika dan kenyataan, (h) termotivasi secara intrinsik, (i) tidak termotivasi karena kekuasaan, kenyataan, status, kebaikan dan persetujuan, (j) memiliki emosi yang fleksibel, (k) optimis, tidak menginternalisasikan kegagalan, (l) peduli dengan perasaan orang lain, (m) tidak digerakan oleh ketakutan atau kekhawatiran, (n) dapat mengidentifikasikan berbagai perasaan secara bersamaan.
- Ciri–ciri kecerdasan emosional yang rendah, yaitu: (a) tidak mempunyai rasa tanggung jawab terhadap perasaan diri sendiri, tetapi menyalahkan orang lain, (b) tidak mengetahui perasaannya sendiri sehingga sering menyalahkan orang lain, suka memerintah, suka mengkritik, sering mengganggu, sering menggurui, sering memberi nasehat, sering curang dan senang menilai orang lain, (c) berbohong tetang apa yang dirasakan, (d) membiarkan segala hal terjadi atau bereaksi berlebihan terhadap kejadian yang sederhana (kecil) sekalipun, (e) tidak memiliki perasaan dan integritas, (f) tidak sensitif terhadap perasaan orang lain, (g) tidak mempunyai rasa empati dan rasa kasihan, (h) kaku, membutuhkan aturan-aturan dan struktural untuk merasa bersalah, (i) merasa tidak aman, definisif dan sulit.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kecerdasan emosional terbagi menjadi 2 kategori, yaitu kategori kecerdasan emosional tinggi dan kecerdasan emosional rendah. Melihat ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang memahami, menyadari, mengendalikan dan mengarahkan emosinya pada hal-hal yang bersifat positif.
- Faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional
Goleman (Respati, Arifin dan Ernawati, 2007: 34-35) mengemukakan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosional siswa, yaitu:
- Faktor yang bersifat bawaan yakni faktor yang bersifat bawaan atau genetik (temperamen). Faktor bawaan adalah kebiasaan turun temurun yang diajarkan oleh orangtua atau leluhur/nenek moyang (sifat-sifat yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang).
- Faktor yang berasal dari lingkungan keluarga (cara asuh orangtua). Faktor lingkungan keluarga mempengaruhi kecerdasan emosional siswa karena keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi.
- Faktor pendidikan emosi yang diperoleh siswa di sekolah. Sekolah berperan dalam memberikan pendidikan emosi kepada siswanya baik melalui kurikulum maupun cara pengajaran guru kepada siswa. Para guru mengajarkan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengenal diri dan perasaan mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengenali perasaan diri sendiri maupun orang lain dan memandu isi pikiran serta mengarahkan tindakan ke mana arah yang akan dituju.
- Bentuk-bentuk Emosi
Goleman (Asrori, 2009: 83) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu:
- Amarah, meliputi mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, tersinggung, bermusuhan dan tindak kekerasan.
- Kesedihan, meliputi pedih, sedih, muram, suram, kesepian, ditolak, putus asa dan depresi.
- Rasa takut meliputi, cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, sedih, ngeri dan pobia.
- Kenikmatan meliputi bahagia, gembira, ringan puas, terhibur, bangga dan terpesona.
- Cinta meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran dan kasih sayang.
- Terkejut meliputi terkesiap, takjub dan terpana.
- Jengkel meliputi jijik, muak dan tidak suka.
- Malu meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina dan hati hancur lebur.
Berdasarkan beberapa daftar emosi di atas, dapat disimpulkan bahwa emosional bisa diungkapkan dalam bentuk ekspresi wajah yang di dalamnya mengandung takut, marah, sedih dan senang. Dengan demikian, ekspresi wajah sebagai wakil dari emosi itu memiliki gambaran tentang emosi itu sendiri.
Demikian ulasan tentang Pengertian Kecerdasan Emosional semoga dapat dijadikan referensi bagi anda, dan jika ulasan ini dirasa bermanfaat bagi anda silahkan share/bagikan ulasan ini. Terima kasih telah berkunjung